Sunday, June 3, 2007

Sebuah Dunia untuk Nathan

Sebuah Dunia untuk Nathan
(Penulis : Ria Jumriati)

Tak terlukiskan kebahagiaan Mazaya
saat pertama kali ia tahu ada
kehidupan
menebar benih kebahagiaan di
kehidupan
Mazaya dan Haykel yang sempat senyap
selama empat tahun lamanya.
Proses
melahirkan yang harus melalui
prosedur vacuum dan rasa sakit tak
terperihkan terbayar sudah saat
tangis kecilnya memecah keheningan
malam.


Nathan adalah bayi yang sangat
menyenangkan. Tidak pernah rewel bahkan
ia
seolah mengerti kelelahan Mazaya
dalam mengasuhnya sehingga tangisnya
hampir tak pernah terdengar dimalam
hari. Mazaya mengganggap Nathan
adalah
malaikat kecil persembahan Tuhan
untuk lebih memaknai hidupnya. Namun
ketika bulan merambat hingga
menjelang satu tahun usianya. Mazaya
baru
merasakan ada hal yang tak normal
pada diri Nathan. Ia tak bisa focus
dan
hampir tak ada kontak mata, tak bisa
tersenyum bahkan untuk permainan
simple seperti "cilukba", tak ada
ekspresi hidup diwajah mungilnya.
Dan
yang membuat hati ibu muda itu bagai
direngut dari tempatnya adalah
ketika
pada suatu hari Nathan membentur-
benturkan kepalanya ke dinding hingga
memar-memar dibagian keningnya.

Apa yang terlintas dibenak Mazaya
saat itu adalah sebuah kengerian dan
ketidak yakinan pada sebuah
kata "Autisme". Tanpa berpikir panjang
ia
langsung menghubungi Linda
sahabatnya yang kebetulan juga memiliki
anak
dengan "berkah" Autisme, untuk
mencari referensi mengenai dokter
terbaik
yang dapat memberikan pertolongan
bagi Nathan kecilnya.

"Dari pemeriksaan yang saya lakukan,
memang terdapat gejala Autisme
Infantil pada Nathan" Ujar dokter
Farras yang membuat Mazaya seolah
disengat listrik ribuan kilowatt.

"Sejak lahir ia baik-baik saja Dok,
memang sering diare dan agak
lambat
berbicara tapi kenapa tiba-tiba
harus terkena Autis ? Bisakah
disembuhkan
?" Tanyanya cemas dengan air mata
bersimbah jatuh.

"Tenang Bu" Ujar Dokter Farras
menenangkan "Sekarang ini telah banyak
penderita Autis yang bisa
disembuhkan dan dapat tumbuh layaknya
anak
yang
terlahir normal. Tapi tentunya
dengan perawatan medis serta nonmedis
yang
menyeluruh" Ujarnya

"Lalu apa yang harus saya lakukan
sekarang Dok" Tanya Mazaya sambil
mendekap tubuh Nathan.

"Hal pertama adalah lakukan diet
GFCF."

"Diet GFCF ? Jenis-jenis makanan apa
saja Dok ?"

"Maksudnya adalah Gluten Free and
Casein Free. Nathan sama sekali
dilarang
menyantap makanan yang mengandung
terigu, gandum dan susu sapi. Mulai
sekarang gantilah menu hariannya dan
konsumsi susu yang tidak
mengandung
jenis makanan itu. Nanti akan saya
berikan resep sederhana untuk
panduan
Ibu dalam memberi makanan pada
Nathan. Tapi di pasaran juga sudah
banyak
diterbitkan buku-buku masakan untuk
anak Autis, cobalah cari
ditoko-toko
buku. Tidak usah cemas Bu. Usia
Nathan masih terbilang muda saat
terdeteksi. Ada pasien saya yang
sudah berusia empat tahun ketika
orang
tuanya sadar anaknya menderita Autis
dan bisa disembuhkan meskipun
masih
terus menjalani terapi lanjutan
sampai saat ini. Yang terpenting dalam
hal
ini adalah dukungan, kasih sayang
serta perhatian tulus dari Ibu
selaku
orang tua Nathan".

Dokter Farras menepuk-nepuk bahu
Mazaya seolah hendak memberi kekuatan
pada Ibu muda itu. Tak ada satu
orang tuapun yang menghendaki anaknya
terlahir dengan kondisi tersebut.
Tapi apapun kenyataannya, mata batin
Mazaya sudah bisa melihat gambaran
kehidupan seperti apa yang akan
dilaluinya bersama Nathan.

Haykel termenung sedih mendengar
penuturan Mazaya. Ia tak habis pikir
bagaimana bisa penyakit menakutkan
itu menghinggapi buah hatinya.
Padahal
ia sendiri terlahir dari keturunan
yang kesemuanya sehat dan tidak ada
yang beriwayat hiperaktip apalagi
Autis.

"Mungkin diagnosa Dokter Farras
salah, coba bawa Nathan ke dokter anak
yang lain" ujarnya tak yakin.

"Dokter Farras menggunakan DSM-IV
atau ICD-10 saat menarik kesimpulan
mengenai penyakit itu, menurutnya
itu adalah standar internasional
untuk
mendeteksi Autisme. Setelah
diwawancara, Ia juga menyuruhku mengisi
form
> kuesioner berkenaan dengan kondisi
Nathan. Dan tiga hari lagi Nathan
diminta untuk melakukan pemeriksaan
fisik seperti darah, urine dan
lainnya. Boleh juga sich, minta
pendapat dokter lain tapi bukannya itu
malah buang waktu. Lebih baik kita
ikuti saja saran Dokter Farras
untuk
menjalani terapi dan pengobatan
medis buat Nathan" Ujarnya serius
seraya
menyelimuti tubuh Nathan "Kebetulan
Dokter Farras itu juga yang
menangani
anaknya Linda, jadi pengalamannya
untuk pasien Autis sudah tidak
diragukan
lagi."


Haykel menghela nafas dalam "Jadi
kamu terima saja anak kita di vonis
Autis ?" ujarnya meninggi. "Lalu mau
bagaimana lagi ? Hal terbaik yang
bisa kita lakukan adalah segera
berbuat sesuatu buat Nathan". "Aku
nggak
percaya ! Aku ini dari keturunan
yang bersih, tidak mungkin anakku
menderita penyakit itu !" sahut
Heykal semakin meninggi. Mazaya
mencoba
menenangkan rasa frustasi suaminya.

"Autis bukan penyakit keturunan Mas.
Menurut Dokter Farras, Autis bisa
disembuhkan walau memakan waktu lama
dan sangat membutuhkan kesabaran
serta kasih sayang kita selaku orang
tuanya." Ujar Mazaya sambil
menggenggam jemari suaminya yang
dingin.

"Mas, Nathan adalah anak kita.
Terimalah kehadirannya sebagaimana dia
adanya. Nathan apalagi kita memang
tak menghendaki takdir ini. Tapi
kita
lah yang ditunjuk Tuhan untuk
memberikan masa depan terbaik buatnya."

Heykal hanya terdiam kaku. Entah
hormon apa yang tengah bekerja
ditubuhnya
saat ini. Yang jelas ia seolah ingin
lari dari kenyataan yang ada.
Ingin
mengingkari nasib yang kini menjadi
bagian dari hidupnya. Malah
dihatinya
terbit kebencian tak beralasan pada
Mazaya.

Waktupun berlalu. Kini seluruh hidup
Mazaya hanya tertumpah untuk
Nathan.
Karirnya sebagai Account Executive
di sebuah perusahaan asing,
ditinggalkannya. Kegiatan Mazaya
hanya berkutat pada pengobatan dan
terapi
buat Nathan. Walaupun perkembangan
berarti belum juga ditemuinya. Kini
Nathan sudah berusia 2 tahun. Tapi
ia belum lagi bisa berucap
kata-kata
dengan artikulasi yang jelas dan
bermakna. Kalau anak normal sudah
bisa
berlari. Nathan baru bisa berjalan
dengan merambat ke dinding. Namun
Mazaya adalah Ibu yang kuat dan
tabah. Ia tetap tersenyum saat kontak
mata
dengan buah hatinya begitu sulit
didapat. Bahkan kelelahan mengurus
Nathan
dipagi hari tak dirasakannya saat
Nathan mengalami insomnia dimalam
harinya. Ia tetap menemani Nathan
sambil berusaha melakukan interaksi
dengan berbagai permainan yang dapat
menarik perhatian agar Nathan
tidak
terus terjerat dalam dunia autisnya.

Sementara Mazaya tenggelam dalam
kesibukannya merajut dunia yang
seharusnya untuk Nathan. Lain halnya
dengan Haykel. Ia sama sekali tak
peduli dengan keadaan anaknya. Dulu
ia tak pernah pulang lewat jam
tujuh
malam tapi sekarang, Haykel lebih
sering menghabiskan waktunya diluar
bersama teman-temannya. Ia memang
tidak setegar Mazaya. Terlahir
ditengah
keluarga bangsawan yang serba
berkecukupan membuatnya begitu rapuh
dan
malu menerima kenyataan yang ada
pada Nathan. Tapi Tuhan akan selalu
mengirimkan Ibu terbaik pilihanNya
pada setiap anak dengan takdir
seperti
Nathan dan ia akan senantiasa
memiliki semangat dan energi berlebih
untuk
membawanya keluar dari dunia yang
melingkupinya saat ini. Dunia dimana
hanya ada satu warna, satu bentuk,
satu arti dan sulit dimengerti. Dan
Mazaya tanpa lelah melobby Tuhan
lewat usaha serta doanya dalam
menarik
buah hatinya dari dunia muram itu.

Mazaya terbelakak tak percaya
melihat resep suplemen dan vitamin yang
diberikan Dokter Farras. "Sebanyak
ini Dok ? Apa bisa Nathan menelan
kapsul sebanyak ini dalam
sehari ?" "Harus. Kapsul-kapsul itu
adalah
suplemen dan vitamin untuk membantu
tumbuh kembangnya yang lambat".
Mazaya
menghela nafas berat. Balita sekecil
itu sudah diharus kan akrab
dengan
segala macam bentuk penyembuhan yang
terkadang membuatnya tak nyaman.
Terapi dan pengobatan yang dijalani
Nathan saat ini sudah merupakan
siksaan batin tersendiri buat
Mazaya. Kini, ia diharuskan tega untuk
memberi kapsul-kapsul suplemen dan
vitamin ke mulut kecilnya setiap
hari
!. Mazaya menghampiri Haykel yang
tengah asyik menonton TV.

"Mas, tadi Dokter Farras meresepkan
suplemen-suplemen ini untuk
Nathan.
Ada 25 kapsul yang harus ditelannya
setiap hari." Suara Mazaya
merendah
demi melihat air muka suaminya yang
dingin tanpa reaksi, sementara
tatapannya sama sekali tak beranjak
dari acara "Candid Camera".

"Mas, bantu aku yah... Nathan pasti
mengamuk kalau dia tahu harus
menelan
kapsul sebanyak ini". "Ah ! minta
tolong suster dan Mbok Ipah saja.
Masa
tiga orang tidak cukup. Memangnya
dia Hulk" Sahutnya kasar seraya
membanting remote control
digenggamannya. Mendengar itu amarah
Mazaya
langsung memuncak. Kesabarannya
habis sudah demi melihat tingkah
suaminya
yang sudah mati rasa dan tak berhati
lagi. Pluk! Asbak rokok seberat 1
kg
pun mendarat di kening Haykel.

Haykel berdiri dengan amarah yang
tak kalah dahsyatnya. Diraihnya
tubuh
ringkih Mazaya lalu dilemparnya
dengan kasar hingga membentur dinding.
"Perempuan kotor ! Itu salahmu dan
tanggung jawabmu hingga punya anak
idiot seperti itu !" umpatnya kasar.
Mazaya ingin membalas tapi segera
di
relai Mbok Ipah.

"Nathan Bu, ingat Nathan" Bujuk
wanita tua itu gemetar. "Selama kamu
tak
bisa menerima keadaan Nathan, lebih
baik tinggalkan saja kami" Ujar
Mazaya
seraya berlalu dengan mata sembab.

Dan keinginan Mazaya ternyata
ditanggapi sangat serius oleh Haykel.
Surat
ceraipun tiba satu bulan setelah
kejadian itu. Tak ada pihak yang
dapat
mendamaikan mereka lagi. Haykel
bagai tengah kerasukan setan dari
neraka
paling dasar, sementara Mazaya tak
punya ruang lagi di batinnya untuk
kedukaan lain. Nathan, hanya manusia
kecil itu yang ada dibenaknya
serta
serentetan usaha penyelamatan
buatnya. Beruntung keluarga Haykel
masih
mau
berbelas kasihan pada Mazaya dan
Nathan. Biaya hidup dan pengobatan
Nathan
sepenuhnya ditanggung oleh Ayah
Haykel. Bahkan rumah yang selama ini
mereka tempati dihibahkan untuk
Mazaya, hanya mobil yang biasa dipakai
Nathan untuk berobat dan terapi tak
ada lagi, Haykel dengan tega telah
menjualnya. Sehingga Mazaya harus
berhemat dengan biaya yang ada,
karena
taxi adalah pilihan kendaraan paling
nyaman buat Nathan saat ini.
Bahkan
dengan berat hati ia pun harus mem
PHK Suster Anis karena keterbatasan
dana. Kini, hanya sisa Mbok Ipah
dengan segala
kekurangannya sebagai pengasuh usia
setengah abad. "Kita adalah orang
tua
pilihan Tuhan. Karena kita memiliki
nilai lebih di mataNya dibanding
orang tua lain pada umumnya.
Sehingga ada Nathan dan Qiandra di
kehidupan
kita" Ujar Linda saat Mazaya
berkunjung kerumahnya dan berkeluh
kesah
tentang nasibnya. "Kamu beruntung
Lin. Ayah Qiandra begitu bertanggung
jawab dan bisa menerima keadaan
anaknya dengan berbesar hati".

"Sudahlah Mazaya, pasti ada hikmah
dibalik semua ini. Toh Nathan juga
masih beruntung memiliki Opa dan Oma
yang begitu mengasihinya dari
pihakmu
dan Haykel". "Mengapa aku harus
menikah dengannya" tangis Mazaya
menyesali. Linda memeluk tubuh
karibnya yang terguncang tangis.
"Jangan
pernah menyesali yang telah lalu.
Ada Nathan dihadapanmu. Pada suatu
saat
nanti, dialah yang akan memberi
makna paling berarti dikehidupanmu.
Usahamu untuk penyembuhan Nathan
melebih apa yang sudah aku lakukan
buat
Qiandra. Lihat saja, dia sudah
menunjukkan kemajuan yang berarti
khan?"
Bujuk Linda lembut. Mazaya mencoba
menerima segala masukan dan nasehat
dari orang -orang yang bersimpati
padanya. Yah, memang hanya Nathan
satu
-satunya sinar hidup yang masih
menyala terang dijiwanya. Mazaya
yakin,
kelak sinar itu pula yang akan
membawanya keluar dari kegelapan yang
melingkupi hidup mereka saat ini.

Lima tahun pun berlalu. Usia Nathan
genap enam tahun, secara klinis
kini
ia tak lagi menunjukkan ciri-ciri
autis, hanya saja cara ia
berkomunikasi
masih sering memiringkan kepalanya.
Tapi kemajuan pesat menuju normal
telah dimiliki Nathan. Ia kini sudah
bisa bersepeda roda dua. Meniup
sendiri balon-balon ulang tahunnya.
Padahal saat ia berusia dua tahun,
butuh enam bulan lamanya berlatih,
baru mulut kecil itu bisa melakukan
gerakan meniup. Namun apapun
perubahan yang terjadi pada diri Nathan
adalah mukjizat terindah yang sangat
disyukuri Ibunya.

Kehidupan Mazaya pun merambat naik.
Saat Nathan mulai bisa mandiri.
Secara
perlahan ia pun kembali memasuki
kehidupannya yang pernah dilepaskan
demi
membentuk masa depan bagi buah
hatinya. Mazaya kembali bekerja
meskipun
harus merambah dari dasar. Hingga
akhirnya tak ada ketergantungan
materi
dengan siapapun. Kini ia telah mampu
bernafas lega setelah selama lima
tahun seolah bernafas dalam lumpur.
Mazaya menggenggam erat jemari
Nathan. Wajah mungil yang mewarisi
ketampanan Heykal dan garis-garis
ketegaran wajah Ibunya itu terlihat
tegang. Hari ini adalah final
"Lomba
Baca Puisi Tingkat Nasional" yang
diikutinya.

"Mama, aku takut kalah" ujarnya
ragu. Mazaya tersenyum lembut seraya
membelai rambut putranya.

"Nathan khan tadi sudah berdoa dan
minta sama Tuhan untuk dikasih
kemenangan. Jadi, harus yakin bisa
menang. Yang penting bacanya nanti
yang
bagus ya sayang" Sahutnya memberi
semangat. Namun tak urung dada Ibu
muda
itu terasa sesak, ia takut Nathan
kalah dan kecewa karena ia
bertanding
dengan 7 anak normal lainnya yang
terseleksi masuk babak final hari
ini.
Tapi dari kesemua peserta, hanya
Nathan lah yang beriwayat autis.

Mama,
Aku memang terlahir beda
Kataku sulit dicerna
Wajahku tak bersinar ceria
Aku hidup didunia tanpa warna..

Mama,
Ada jemarimu menyaput warna diduniaku
Ada senyummu memberi bentuk di
abstraknya hidupku
Ada senandungmu di senyapnya
malamku.

Mama,
Kini duniaku tak lagi gulita
Doa mu melebihi mukjizat yang
pernah ada
Kini aku hidup seperti mereka,
dapat tertawa, bercanda dan berkarya

Terima kasih Mama,
Telah merajut rapi benang-benang
masa depanku
Walau kutahu betapa banyak duka,
derita dan air mata telah tertumpah
Peluk, cium serta sujudku, hanya
untukmu yang selalu tercinta....

Air mata Mazaya menetes deras, ada
letupan-letupan bahagia yang begitu
dahysat didadanya. Tepuk tangan riuh
terdengar dari seluruh penjuru
gedung. Semua juri berdiri memberi
penghargaan, mungkin karena mereka
tahu
Nathan adalah penyandang autis yang
berhasil menyamai kepintaran anak
normal. Bahkan Mazaya hampir tak
percaya pada kalimat-kalimat puisi
yang
begitu jelas diucapkannya. Secara
subyektif, Mazaya yakin anaknya lah
yang
paling bagus dalam hal penampilan
dan pembacaan puisi.

Ternyata apa yang diduga Mazaya
benar. Pengumuman pemenangpun
dibacakan
dan... Juara pertama diraih oleh
Muhammad Nathan Ibrahim.

Ibu muda itu serta merta memeluk
tubuh Nathan yang tiba-tiba terasa
dingin. Senyum ceria terpencar
diwajah mungilnya. Senyum yang begitu
lama
diperjuangkan olehnya.

"Mama, itu kan namaku" ujarnya lugu

"Ia Nak, kamu pemenangnya !

Dengan langkah mantap. Nathan pun
melangkah menuju panggung
penghargaan.
Sama sekali tak terlihat ciri-ciri
autis pada dirinya. Mazaya memang
telah
berhasil membawa buah hatinya keluar
dari dunia yang tak pernah di
harapkan oleh Ibu manapun di jagat
ini. Selama lima tahun berjuang,
akhirnya Mazaya berhasil
mempersembahkan sebuah dunia bagi
Nathan.
Dunia
yang sebenarnya, dimana ia akan
mendapatkan banyak pilihan dalam
bercita-cita.

Berita kemenangan Nathan yang
diliput beberapa media massa, akhirnya
sampai juga pada Haykel. Ada yang
tercabik-cabik dihatinya. Haru,
sesal
dan berjuta perasaan berkecamuk
dibatinnya. Nathan terlihat begitu
gagah
dengan piala ditangannya.

Senyumnya mengembang ceria meliputi
kesempurnaan wajah tampannya.
Ingin
rasanya ia berlari memeluk 'pria
kecil'nya yang pernah dicampakkan dan
dianggap tak berguna. Sayangnya
Haykel tak pernah mengetahui kekuatan
yang
dimiliki Mazaya. Ia tak pernah
menyadari, begitu banyak mukjizat
terlimpah
dan tercipta untuk seorang Ibu
seperti Mazaya.

Ada keinginan dihatinya untuk
kembali memasuki kehidupannya yang
dulu.
Tapi lima tahun bukanlah waktu yang
singkat untuk suatu perubahan.
Hidup
Haykel kini telah diramaikan oleh
Natasha dan Mandira - bayi perempuan
mungil berusia satu tahun yang
terdiagnosa tuna rungu sejak lahir.
Karma
Tuhan memang selalu nyata. Dulu
Haykel pernah menolak kehadiran
Nathan,
tapi kemudian takdir kembali
mempertemukannya dengan Mandira yang
menuntut
tanggung jawab dan perhatiannya
sebagai orang tua. Ia pun akhirnya
tersadar setiap anak adalah kado
terindah dari Tuhan, hanya terkadang
mereka datang dengan sampul yang
berbeda. Adakalanya hadir dengan
motif
indah menawan Namun tak jarang
terbungkus dalam sampul buram tanpa
warna.
Tapi apapun bentuknya mereka tidak
hadir begitu saja apalagi diluar
rencana atau ketidak sengajaan.
Keberadaannya, selalu membawa pesan
atau
pembelajaran tersendiri bagi orang
dewasa. Alangkah bahagianya jika
seorang anak diberitahu bahwa alasan
mereka dilahirkan adalah
karena ada rencana besar Tuhan dan
kedua orang tua mereka yang selalu
mempersiapkan sebentuk masa depan
indah dan kasih sayang berlimpah.

Sumber ilmiah tulisan (http://www.autism.org)

1 comment:

  1. mengharukan sekali syg..
    apalagi puisinya, mpe menitikkan air mata.... pakah ti bisa menjadi ibu yang tabah seprti itu ya?

    ReplyDelete